Jalan Ibrahim

Bapa kita, Ibrahim, ditelusuri langkah perjuangannya hari-hari. Bukankah kita membaca tasyahud akhir dengan mengulang-ulang nama Ibrahim?

Allahumma solli ala Muhammad wa a'la ali Muhammad
Kama solaita ala Ibrahim wa ala ali Ibrahim.
Wabarik a'la Muhammad wa a'la ali Muhammad
Kama barakta a'la Ibrahim wa ala ali Ibrahim

Doa kita hari-hari, kesejahteraan dan keberkatanlah pada Muhammad dan keluarga Muhammad, kesejahteraan dan keberkatanlah pada Ibrahim dan keluarga Ibrahim.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Esok Eid Adha. Mereka di Makkah sudahpun berwukuf.

Ya, ini hari kemenangan, hari kebesaran, yang sunnah perbuatan kita ikuti dari Ibrahim dan keluarganya. Kita meneruskan legasi yang sama. Bertawaf, bersaei, berwukuf, melontar, berkorban. Kita perolehinya dari Ibrahim.

Bukankah Ibrahim dianugerahi cahaya matanya lewat? Sudah tua, namun Ibrahim mengajari kita untuk jangan berputus harap.
Bukankah Hajar diganjari Zam-zam, di lembah padang pasir paling tandus, setelah berulang 7 kali dengan sepenuh pengharapan, lalu di kaki Ismail terpancar air paling ajaib di dunia yang tidak pernah berhenti mengalir?
Bukankah Ibrahim, setelah digembirakan hatinya dengan cahaya mata, dikehendaki pula mengorbankan anak yang disayangi dengan tangan sendiri. Ismail rela dengan ketundukan. Hajar rela dengan ketundukan. Dan Ibrahim, mengajari kita, berkorban itu hanya Sa, pada Yang Esa.

Subhanallah, pengorbanan apakah? Demi apakah?

Ibrahim, harapan dan berkorban itu pusatnya harus satu. Jika Yang Memberi menganugerahi, padaNya tidak akan ada sekelumit sesal dalam pengorbanan.

Ibrahim menunjuk kita jalan menyambut hari kemenangan ini, Eid Adha, dengan kemenangan mutlak, menafikan segala ketundukkan lain, samada kehendak diri, rasa, kasih sayang, anak, harta, isteri, kedudukan dan pangkat, hasutan syaitan, hasutan duniawi, dengan hanya satu ketundukkan.

Tunduk pada Allah.

Hati putih Ibrahim.

Mampukah kita mengikut sunnah kejernihan hatinya?

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Doa dan pengharapan untuk mereka dianugerahi, Haji yang Mabrur.

Comments

Cikli said…
salam..

mulianya Ibrahim.
sejak kecil membesar ditemani bintang dan kesejukan malam dek kebaculan diktator yang kegilaan kuasa.

flowery words are contagious..
ASaL said…
:)
Ya, Ibrahim bapa kita, yang ditinggal di dalam gua waktu kecilnya

Popular posts from this blog

さくら満開

Bulan Mengambang